Wednesday, 7 October 2009

Pengelolahan Daerah Aliran Sungai

Apa yang akan terlintas dibenak kita ketika mendengar atau melihat kata Daerah Aliran Sungai (DAS)? Sesuai dengan namanya Daerah Aliran Sungai, mungkin orang akan berfikir bahwa DAS adalah daerah di sekitar sungai dimana air dapat mengalir. Namun tidak semudah itu untuk mendifinisikan apa yang dimaksud dengan DAS. Daerah Aliran Sungai merupakan satu kesatuan ekosistem yang unsur-unsur utamanya terdiri dari sumberdaya tanah, air, dan vegetasi serta sumberdaya manusia yang pada kontek ini sebagai pelaku pemanfaat atau pengguna sumberdaya alam tersebut ( baca: DAS ).


Saat ini kondisi DAS di sebagian besar daerah di Indonesia mulai menurun baik kuantitas maupun kualitasnya. Hal itu terindikasi dengan meningkatnya bencana di sekitar DAS, semisal tanah longsor, erosi dan sedimentasi. Melihat kondisi semacam itu, dapat dikatakan bahwa DAS memikul beban yang sangat berat. Mengapa? Meningkatnya kepadatan penduduk di sekitar DAS, meningkat pula pemanfaatan / eksploitasi sumberdaya alam secara intensif dan alhasil dapat dipastikan DAS mengalami penurunan kondisi.

Hulu, tengah dan hilir merupakan kesatuan DAS yang mempunyai keterkaitan baik secara biofisik maupun hidrologis. Pemanfaatan lebih besar oleh sumberdaya manusia pada umumnya terjadi di hulu yang kondisi biofisiknya merupakan daerah tangkapan dan daerah resapan air. Status itulah yang menjadikan hulu rawan akan gangguan eksploitasi secara besar-besaran oleh manusia. Kenyataan semacam itu menandakan bahwa kelestarian DAS ditentukan oleh perilaku sosial masyarakat sekitar dan juga pengelolaan DAS itu sendiri secara kelembagaan. Secara kelembagaan di sini, dimaksudkan bahwa DAS sebagai sebuah kesatuaan yang utuh mencakup beberapa wilayah yang secara administratif terpisah, dalam pengelolaannya harus adanya keterpaduaan antar sektor dan wilayah yang tercakup dalam DAS tersebut.

Namun, apa yang terjadi sekarang ini dimana setiap wilayah kabupaten ataupun propinsi mempunyai kewenangan sendiri dalam mengatur wilayahnya sendiri atau yang sering disebut dengan otonomi daerah, setiap daerah berlomba-lomba menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) masing-masing. Hal itu sesuai dengan apa yang tercantum dalam Undang – Undang Otonomi Daerah. Sehingga dapat dipastikan setiap daerah akan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada tanpa adanya perencanaan akan kelestarian sumberdaya alam tersebut. Hal itu sebenarnya juga terjadi pada DAS yang melintas di beberapa wilayah kabupaten di Indonesia atau bahkan lintas propinsi. Permasalahan ego-kedaerahan menjadi sangat rumit dalam koridor DAS lintas daerah.

Dalam hal ini, kelestarian DAS lintas daerah sebagai satu kesatuan yang utuh, yang membentang dari hulu, tengah dan hilir merupakan tantangan yang harus dihadapi di era otonomi daerah ini. Keterpaduan antar sektor dan wilayah dalam pengelolaan DAS perlu juga mempertimbangkan faktor biosfisik dari hulu hingga hilir dalam pengelolaan DAS. Selain faktor tersebut, pengelolaan juga harus memperhatikan faktor sosial-ekonomi masyarakat dan juga kelembagaan seperti yang telah tersebut di atas. Dengan kata lain, pengelolaan DAS lintas daerah secara terpadu harus dikaji secara komprehensif dengan memperhatikan segala permasalahan yang ada dan bahkan mungkin akan timbul. Pengelolaan secara terpadu ini juga berupaya memanfaatkan dan mengkonservasikan sumberdaya alam secara efektif dan efesian. Pemanfaatan DAS boleh saja dilakukan selama konservasi terhadap DAS itu juga diupayakan untuk pemanfaatan DAS yang lebih agar berlangsung lebih lama.

Pengelolaan DAS lintas daerah secara terpadu, sebenarnya diawali dengan perumusan kesepakatan dan pembagian peran antar daerah yang tercakup ke dalamnya. Tak hanya itu, persamaan persepsi, langkah dan tujuan dalam implementasi pengelolaan secara terpadu merupakan hal-hal yang esensial dalam hal ini. Mengidentifikasi karakteristik masing-masing bagian DAS adalah penting mengingat pemanfaatan sumberdaya alam dan upaya pelestarian akan lebih optimal, adil, dan berlanjut. Pengidentifikasian kondisi dan karakteristik masing-masing bagian dijadikan pedoman untuk masing-masing wilayah untuk mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam sesuai dengan kewenangan daerah yang telah disepakati secara bersama-sama.

Dengan berbekal permasalahan yang sedang dan akan muncul, daerah-daerah DAS secara bersama-sama merumuskan kebijakan, tujuan, sasaran, rencana kegiatan, implementasi kegiatan, monitoring, dan evaluasi dalam pengelolaan DAS lintas daerah. Ekosistem DAS merupakan ekosistem yang sangat komplek karena terdiri dari beberapa unsur yang terkait dan berinteraksi satu sama lain: unsur biogeofisik, sosial-ekonomi, dan budaya sehingga segala kegiatan tersebut harus mempertimbangkan keterkaitan antar komponen-komponen penyusun ekosistem DAS tersebut.

Keterlibatan sektor swasta yang secara langsung ataupun tidak langsung memanfaatkan sumberdaya alam sungai merupakan bagian penting dalam pengelolaan DAS secara terpadu sehingga diharapkan perencanaan hingga evaluasi pengelolaan dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pengelolaan yang melibatkan beberapa sektor dan komponen penyusun DAS bersifat partisipatif. Perlu adanya perasaan saling mempercayai, keterbukaan, tanggung jawab, dan ketergantungan di antara stakeholder pengelola. Dalam hal ini, kedudukan dan tanggung jawab yang dipikul untuk masing-masing stakeholder, dari awal perencanaan, haruslah jelas. Sehingga untuk ke depannya tidak akan ada ketimpangan dan kerancuan dalam penjalanan peran. Yang tak kalah penting dalam pengelolaan adalah distrubusi pembiayaan dan keuntungan yang proposional di antara pihak-pihak yang berkepentingan.
Inggris dengan sungai Themes-nya telah membuktikan bahwa pengelolaan DAS secara terpadu dengan mengedepankan tujuan dari pengelolan tersebut. Inggris berupaya memanfaatkan Themes tanpa mengurangi kondisi fisik, sosial, budayanya. Akankah hal tersebut dapat juga terwujud di Indonesia ?

No comments:

Post a Comment